A.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Kampung
Ampel awalnya adalah sebuah kawasan hutan dan rawa di daerah Kali Mas,
diberikan oleh Raja Brawijaya V kepada Sunan Ampel karena berhasil memperbaiki moral
petinggi kerajaan dan menyebarkan ajaran agama Islam sesuai kebudayaan setempat[i].
Islam masuk melalui jalur perdagangan, terutama di kawasan pesisir pantai. Hal
ini didukung oleh catatan Ma Huan[ii]
seorang musafir dari China. Ia mengatakan bahwa orang-orang muslim yang
bertempat tinggal di pusat Majapahit maupun kawasan pesisir seperti kota Tuban,
Gresik maupun Surabaya telah terjadi sebuah proses islamisasi maupun
terbentuknya sebuah pemukiman muslim di kawasan pesisir[iii].
Salah
satu pendukung faktor proses islamisasi di tanah Jawa adalah runtuhnya kerajaan
Majapahit. Runtuhnya kerajaan Majapahit berdasarkan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah penyerangan kerajaan Islam Demak hingga perang Paragreg. Menurut
Babad Tanah Jawi, keruntuhan kerajaan Majapahit digambarkan dalam
Candrasengkala “Sirna Ilang Kertaningbhumi”[iv].
Kerajaan ini runtuh pada tahun 1400 saka atau 1478 M, alasannya adalah kerajaan
ini diserang oleh kerajaan Islam Demak yang mengklaim dirinya memisahkan diri
dari kekuasaan Majapahit. Tome Pires (1525 – 1530) menambahkan, bahwa runtuhnya
pusat kekuasaan Majaphit tidak semata-mata oleh kaum muslim, melainkan oleh
dinasti Girindra Wardhana dari kerajaan Kadiri[v].
Salah satu faktor lain penyebab runtuhnya kerajaan
Majapahit adalah keberadaan komunitas Islam di kawasan Tralaya, Trowulan,
Mojokerto. Keberadaan makam tersebut merupakan bukti arkeologis yang berkenaan
bahwa komunitas muslim pertama di tanah Jawa ditemukan di kawasan kerajaan
Majapahit. Toleransi kerajaan Majapahit terhadap komunitas muslim di Tralaya
dibuktikan dengan diterimanya komunitas tersebut oleh raja Hayam Wuruk maupun
patih Gadjah Mada. Prasasti-prasasti atau kuburan mereka ditulis dalam bahasa
Arab, diantaranya ditulis dengan tanggal Saka Jawa lama (abad 14 – 15 M) serta
berbahasa Arab bertuliskan kalimat syahadat[vi].
Tralaja moslim begraafplaats van
zeven kroonprinsen bij de ruines van Majapahit in de buurt van Modjowarno jaar 1922.
Kuburan muslim di situs “Makam Tujuh” di kompleks Tralaya, Trowulan, dekat
Modjowarno tahun 1922.
Koleksi Troopen Museum, Belanda.
Koleksi Troopen Museum, Belanda.
B. Kedatangan Sunan Ampel ke Nusantara
Sebelum
kerajaan Majapahit runtuh, cikal bakal terbentuknya kampung Ampel berdasarkan
oleh salah satu tokoh bernama Sunan Ampel. Sunan Ampel atau Raden Rahmat datang
ke kawasan Nusantara pada tahun 1433 saka atau 1440 M. Ia datang ke Nusantara
karena terjadi peperangan besar antara bangsa Campa dengan bangsa Vietnam pada
tahun 1446 M. Setelah meninggalkan kerajaan Campa, ia kemudian meminta
perlindungan kepada bibinya; Putri Darawati, salah satu istri dari raja
Majapahit Sri Kertawijaya.
Beberapa ahli mempersoalkan
kedatangan Raden Rahmat atau Sunan Ampel ke Nusantara, salah satunya adalah
Tome Pires maupun de Holandder. Tome Pires menjelaskan bahwa Raden Rahmat atau
Sunan Ampel datang ke Sriwijaya pada tahun 1443 M untuk meminta perlindungan
bibinya yaitu Putri Darawati akibat perang besar di kerajaan Campa, sedangkan
de Hollander berpendapat :
Pada tahun 1440 M, Raden Rahmat
beserta pengikutnya tiba di Palembang atau Sriwijaya untuk meminta
perlindungan. Selain hal tersebut, Raden Rahmat juga diminta untuk
memperkenalkan ajaran agama Islam di Palembang disamping ajaran agama Hindu dan
Budha sebagai mayoritas. Pada waktu itu juga sang raja Sriwijaya menolak secara
terang-terangan untuk memeluk agama Islam di depan rakyatnya, walaupun beliau
tertarik untuk mempelajari dan memeluk ajaran agama Islam.[vii]
Bukti lain yang cukup kuat
menggambarkan kedatangan Raden Rahmat ke Nusantara ada di dalam hikayat
Hasanuddin, Salah satu bukti kuat mengenai kedatangan beliau ke tanah Jawa
adalah Hikayat Hasanuddin, salah satu isi dari hikayat ini menceritakan
kedatangan awal Raden Rahmat ke Nusantara. Kerajaan Campa mengalami perang
besar dengan bangsa Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci (Vietnam), saat itulah
Raden Rahmat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Campa menuju kerajaan
Sriwijaya sebelum tahun 1446 M.[viii]
C. Sunan Ampel dan Ajaran Moh-lima
Raden Rahmat bersama rombongan diutus
oleh Putri Darawati pergi ke kerajaan Majapahit untuk mengajarkan ajaran agama
Islam sekaligus memperbaiki moral para penduduk pribumi maupun pejabat
kerajaan. Hal ini diakibatkan oleh Falsafah Lingga-yoni sebagai hasil
sinkretisme Syiwa-Budha yang terpengaruh ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sakhta
yang telah berkembang luas di wilayah pedalaman dan pesisir.[ix]
Ajaran ini berupa moh-lima yang sangat berbeda dengan
prinsip moh-lima dari ajaran Sunan
Ampel. Ajaran moh-lima dalam upacara
Yoga-Tantra terdiri atas: 1. Mansha
(daging), 2. Mastya (ikan), 3. Madya (minuman keras), 4. Maithuna (bersetubuh), 5. Mudra (semedi). Upacara ini dimulai
dengan membentuk sebuah lingkaran, semua orang dalam lingkaran baik laki-laki
atau perempuan kemudian makan daging serta mulai mabuk, setelah dilanda kondisi
mabuk berat, mereka kemudian melampiaskan nafsu syahwat dengan bersetubuh.
Setelah selesai, mereka kemudian bersemedi untuk menyucikan diri kembali.
Sunan Ampel kemudian memperkenalkan
suatu ajaran yang dikenal masyarakat dengan moh-limo,emoh artinya adalah tidak, sedangkan limo adalah lima. Intinya, ajaran ini
berisikan lima larangan atau pantangan dalam hidup diantaranya : 1. Moh-maling (jangan mencuri), 2. Moh-main (jangan berjudi), 3. Moh-madon (jangan bermain wanita), 4. Moh-madat (jangan menghisap candu), 5. Moh-ngombe (jangan minum atau mabuk).
Setelah memperkenalkan ajaran ini, banyak masyarakat pribumi mulai tertarik
untuk memeluk ajaran agama Islam. Prabu Brawijaya V memuji ajaran yang
diberikan oleh Raden Rahmat untuk memperbaiki kemerosotan moral yang ada di
kerajaan Majapahit.
Atas keberhasilan memperbaiki moral
para penduduk hingga petinggi kerajaan, ia kemudian mendapatkan sebuah hadiah
berupa tanah kosong di daerah Ampel Denta, sebuah kawasan rawa berlumpur yang
berlokasi dekat pelabuhan Ujung Galuh[x].
Selain hadiah berupa sebidang tanah, raja Brawijaya V menikahkan putrinya yaitu
Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila) dengan Raden Rahmat.
D. Pembangunan Masjid Agung Sunan Ampel
Sunan Ampel dan para pengikutnya
kemudian mendirikan sebuah perkampungan untuk dijadikan sebagai pusat
penyebaran agama Islam di Jawa Timur. Kampung ini kemudian diberi nama Ampel
Denta. Beliau dan para pengikutnya kemudian berinisiatif mendirikan sebuah masjid
sebagai pusat keagamaan dan pendidikan bagi masyarakat Ampel Denta. Masjid ini
kemudian dinamakan Masjid Agung Sunan Ampel.
Pembangunan masjid ini dimulai pada
tahun 1421 M dan mulai dibangun dari gotong royong para wali maupun masyarakat
setempat. Pembangunan masjid-masjid kuno yang ada di pulau Jawa seringkali
melibatkan para wali untuk membangun sebuah masjid atau langgar, termasuk
masjid Agung Sunan Ampel. Masyarakat pribumi menganggap bahwa para wali
seringkali dianggap sebagai utusan Allah yang mendapatkan karomah atau
kelebihan diluar nalar logika manusia pada umumnya[xi].
Masjid Sunan Ampel pada awalnya
merupakan sebuah langar yang berukuran 15 m x 16 m dan bernama Musholla
Abdurrahman[xii].
Atas inisiatif para wali dan masyarakat setempat, masjid ini disangga oleh 16
tiang dari kayu jati berikuran 46,8 m x 44,2 m atau 2,068 m2.
Beberapa bagian di masjid ini ternyata juga dipengaruhi oleh berbagai gaya
arsitektur menarik seperti misalnya konstruksi bata kolonial yang mulai masuk
pada abad ke – 16, batu batu bata asli yang pada awalnya digunakan pada masa
awal pembangunan masjid, namun kini lantai masjid diganti dengan batu marmer
yang berwarna biru kehitam-hitaman[xiii].
Beberapa pintu masjid juga dipengaruhi oleh gaya kolonial maupun gaya
tradisional Jawa.
Beberapa masjid kuno yang ada di
Indonesia mendapatkan pengaruh dari agama Hindu. W.F Stutterheim menanggap
bahwa bangunan masjid yang atapnya bertingkat mendapatkan pengaruh dari seni
bangunan dari Bali, seperti yang dipertunjukkan untuk bangunan Wantilan atau
tempat untuk menyabung Ayam. Keunikan lain dari masjid kuno yang ada di pulau
Jawa adalah tempat makam bagi para pendiri masjid maupun para pengikutnya.
Beberapa orang menganggap keberadaan makam suci ini digunakan untuk kepentingan
rohani maupun kepentingan lainnya[xiv].
Ampel Moskee
Surabaia in Arabische Kamp Jaar 1906
Masjid
Ampel Surabaya di Kampung Arab tahun 1906
Sumber : KITLV.NL
Sumber : KITLV.NL
Salah satu unsur penting dalam
menandai eksistensi kampung Ampel Denta adalah keberadaan pondok pesantren
Ampel Denta. Pondok ini didirikan oleh Sunan Ampel beserta para pengikutnya
dalam rangka untuk menjadikan kawasan Ampel Denta sebagai pusat syiar agama
Islam di kawasan Jawa Timur. Pondok pesantren ini didirikan untuk menjadikan
kampung ini sebagai pusat syiar keagamaan di Jawa Timur. Beberapa murid atau
santri dari pondok ini diantara adalah Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) serta
Raden Fatah yang notabene adalah raja pertama dari kerajaan Islam Demak[xv].
Keberadaan kampung Ampel Denta
sebagai pusat syiar keagamaan dan keilmuan di kawasan pesisir pelabuhan
menandai awal kedatangan para kaum pendatang yang melihat potensi daerah ini
menjadi pusat perdagangan maupun pusat syiar keagamaan seantero Jawa Timur. Hal
ini kemudian menarik perhatian para imigran atau koloni awal yang berasal dari
kawasan Hadramaut untuk menetap dan tinggal mendirikan sebuah perkampungan
koloni sendiri dalam rangka mencari kehidupan baru di luar tanah leluhur
mereka.
[i] Ada opini
mengemuka bahwa Raja Brawijaya V telah memeluk agama Islam terlebih dahulu
dengan bimbingan Sunan Kalijaga. Lihat Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya
: Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI.
Diantama : Surabaya.
[ii] Ma Huan adalah
seorang musafir dari China, perjalanan menuju ke daerah timur jauh terinspirasi
oleh kisah laksamana Zhang He, lihat jurnal Yang Wei, 2014, Zhang He’s Voyage
to the West Oceans. Asian Jurnal Studies, Volume 19 No 2.
[iii] Nugroho
Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Jilid II, Balai Pustaka : Jakarta, halaman
: 5
[iv] Lihat Babad Tanah
Jawi mengenai runtuhnya kerajaan Majapahit
[v] Keberadaan Islam
di Majapahit dibuktikan dengan adanya penemuan batu nisan tertua yang berangka
tahun 1290 saka atau 1390 M. Lihat Inajatai Adrisijanti, Islam Salah Satu Akar
Budaya Indonesia, Jurnal Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
[vi] Uka
Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia Pustaka : Jakarta.
Halaman : 76.
[vii] Ridin Sofwan, Wasit,
Munduri, 2000, Islamisasi di Jawa
(Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar :
Yogyakarta. Halaman : 46
[viii] Ibid halaman : 47
[ix] Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali
Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI . Halaman : 41
[x] Surabaya
dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh semenjak era kekuasaan kerajaan
Majapahit. Menurut Howard Rick, Surabaya memiliki keistimewaan sebagai kota
pelabuhan abad ke – 19 dan tidak akan tertandingi oleh kota-kota pelabuhan
besar di dunia seperti Calcutta, Ranggon, Singapura, Bangkok, Hongkong,
Shanghai. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama Kota Baru : Sejarah
Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta
[xi] Walisongo dikenal
sebagai tokoh penyebar agama Islam terkenal di pulau Jawa, bahkan diantara
kesembilan wali ini, semuanya memiliki karomah masing-masing. Lihat polemik
mengenai wali, dalam Konsep Kesucian dan Wali dalam Islam oleh Michael
Chodkiewicz. Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds). 2007. Ziarah &
Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok.
[xii] Ramli Nawawi,
2000, Masjid Ampel : Sejarah, Fungsi dan
Peranannya, UIN Sunan Kalijaga Press : Yogyakarta, halaman : 14
[xv] Muhammad
Hasan Al-Alydrus, 1996, Penyebaran Islam di Asia Tenggara : Asyraf Hadramaut
dan Peranannya, Lentera : Jakarta, halaman : 70
Halo mas, salam kenal saya Shohib dari Surabaya. Setelah membaca tulisan sejarah ampel ini saya sangat tertarik mengingat saya tinggal di kawasan ampel, namun foto lama masjid ampel yang diposting diatas bukan masjid ampel melainkan masjid serang di Jl. Panggung. 🙏
BalasHapusMatur suwun mas atas koreksinya, setelah saya kroscek ternyata memang benar itu adalah masjid Serang di jalan Panggung.
BalasHapus