Senin, 29 Mei 2017

Sejarah Berdirinya Kampung Ampel Surabaya

Sejarah Kampung Ampel Surabaya 

A. Keruntuhan Kerajaan Majapahit
         Kampung Ampel awalnya adalah sebuah kawasan hutan dan rawa di daerah Kali Mas, diberikan oleh Raja Brawijaya V kepada Sunan Ampel karena berhasil memperbaiki moral petinggi kerajaan dan menyebarkan ajaran agama Islam sesuai kebudayaan setempat[i]. Islam masuk melalui jalur perdagangan, terutama di kawasan pesisir pantai. Hal ini didukung oleh catatan Ma Huan[ii] seorang musafir dari China. Ia mengatakan bahwa orang-orang muslim yang bertempat tinggal di pusat Majapahit maupun kawasan pesisir seperti kota Tuban, Gresik maupun Surabaya telah terjadi sebuah proses islamisasi maupun terbentuknya sebuah pemukiman muslim di kawasan pesisir[iii].
      Salah satu pendukung faktor proses islamisasi di tanah Jawa adalah runtuhnya kerajaan Majapahit. Runtuhnya kerajaan Majapahit berdasarkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penyerangan kerajaan Islam Demak hingga perang Paragreg. Menurut Babad Tanah Jawi, keruntuhan kerajaan Majapahit digambarkan dalam Candrasengkala “Sirna Ilang Kertaningbhumi”[iv]. Kerajaan ini runtuh pada tahun 1400 saka atau 1478 M, alasannya adalah kerajaan ini diserang oleh kerajaan Islam Demak yang mengklaim dirinya memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit. Tome Pires (1525 – 1530) menambahkan, bahwa runtuhnya pusat kekuasaan Majaphit tidak semata-mata oleh kaum muslim, melainkan oleh dinasti Girindra Wardhana dari kerajaan Kadiri[v].
         Salah satu faktor lain penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit adalah keberadaan komunitas Islam di kawasan Tralaya, Trowulan, Mojokerto. Keberadaan makam tersebut merupakan bukti arkeologis yang berkenaan bahwa komunitas muslim pertama di tanah Jawa ditemukan di kawasan kerajaan Majapahit. Toleransi kerajaan Majapahit terhadap komunitas muslim di Tralaya dibuktikan dengan diterimanya komunitas tersebut oleh raja Hayam Wuruk maupun patih Gadjah Mada. Prasasti-prasasti atau kuburan mereka ditulis dalam bahasa Arab, diantaranya ditulis dengan tanggal Saka Jawa lama (abad 14 – 15 M) serta berbahasa Arab bertuliskan kalimat syahadat[vi].



Tralaja moslim begraafplaats van zeven kroonprinsen bij de ruines van Majapahit in de buurt van Modjowarno jaar 1922. 
Kuburan muslim di situs “Makam Tujuh” di kompleks Tralaya, Trowulan, dekat Modjowarno tahun 1922.
Koleksi Troopen Museum, Belanda.

B. Kedatangan Sunan Ampel ke Nusantara
         Sebelum kerajaan Majapahit runtuh, cikal bakal terbentuknya kampung Ampel berdasarkan oleh salah satu tokoh bernama Sunan Ampel. Sunan Ampel atau Raden Rahmat datang ke kawasan Nusantara pada tahun 1433 saka atau 1440 M. Ia datang ke Nusantara karena terjadi peperangan besar antara bangsa Campa dengan bangsa Vietnam pada tahun 1446 M. Setelah meninggalkan kerajaan Campa, ia kemudian meminta perlindungan kepada bibinya; Putri Darawati, salah satu istri dari raja Majapahit Sri Kertawijaya.
Beberapa ahli mempersoalkan kedatangan Raden Rahmat atau Sunan Ampel ke Nusantara, salah satunya adalah Tome Pires maupun de Holandder. Tome Pires menjelaskan bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel datang ke Sriwijaya pada tahun 1443 M untuk meminta perlindungan bibinya yaitu Putri Darawati akibat perang besar di kerajaan Campa, sedangkan de Hollander berpendapat :
Pada tahun 1440 M, Raden Rahmat beserta pengikutnya tiba di Palembang atau Sriwijaya untuk meminta perlindungan. Selain hal tersebut, Raden Rahmat juga diminta untuk memperkenalkan ajaran agama Islam di Palembang disamping ajaran agama Hindu dan Budha sebagai mayoritas. Pada waktu itu juga sang raja Sriwijaya menolak secara terang-terangan untuk memeluk agama Islam di depan rakyatnya, walaupun beliau tertarik untuk mempelajari dan memeluk ajaran agama Islam.[vii]

Bukti lain yang cukup kuat menggambarkan kedatangan Raden Rahmat ke Nusantara ada di dalam hikayat Hasanuddin, Salah satu bukti kuat mengenai kedatangan beliau ke tanah Jawa adalah Hikayat Hasanuddin, salah satu isi dari hikayat ini menceritakan kedatangan awal Raden Rahmat ke Nusantara. Kerajaan Campa mengalami perang besar dengan bangsa Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci (Vietnam), saat itulah Raden Rahmat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Campa menuju kerajaan Sriwijaya sebelum tahun 1446 M.[viii]

C. Sunan Ampel dan Ajaran Moh-lima
Raden Rahmat bersama rombongan diutus oleh Putri Darawati pergi ke kerajaan Majapahit untuk mengajarkan ajaran agama Islam sekaligus memperbaiki moral para penduduk pribumi maupun pejabat kerajaan. Hal ini diakibatkan oleh Falsafah Lingga-yoni sebagai hasil sinkretisme Syiwa-Budha yang terpengaruh ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sakhta yang telah berkembang luas di wilayah pedalaman dan pesisir.[ix]
Ajaran ini berupa moh-lima yang sangat berbeda dengan prinsip moh-lima dari ajaran Sunan Ampel. Ajaran moh-lima dalam upacara Yoga-Tantra terdiri atas: 1. Mansha (daging), 2. Mastya (ikan), 3. Madya (minuman keras), 4. Maithuna (bersetubuh), 5. Mudra (semedi). Upacara ini dimulai dengan membentuk sebuah lingkaran, semua orang dalam lingkaran baik laki-laki atau perempuan kemudian makan daging serta mulai mabuk, setelah dilanda kondisi mabuk berat, mereka kemudian melampiaskan nafsu syahwat dengan bersetubuh. Setelah selesai, mereka kemudian bersemedi untuk menyucikan diri kembali.
Sunan Ampel kemudian memperkenalkan suatu ajaran yang dikenal masyarakat dengan moh-limo,emoh artinya adalah tidak, sedangkan limo adalah lima. Intinya, ajaran ini berisikan lima larangan atau pantangan dalam hidup diantaranya : 1. Moh-maling (jangan mencuri), 2. Moh-main (jangan berjudi), 3. Moh-madon (jangan bermain wanita), 4. Moh-madat (jangan menghisap candu), 5. Moh-ngombe (jangan minum atau mabuk). Setelah memperkenalkan ajaran ini, banyak masyarakat pribumi mulai tertarik untuk memeluk ajaran agama Islam. Prabu Brawijaya V memuji ajaran yang diberikan oleh Raden Rahmat untuk memperbaiki kemerosotan moral yang ada di kerajaan Majapahit.
Atas keberhasilan memperbaiki moral para penduduk hingga petinggi kerajaan, ia kemudian mendapatkan sebuah hadiah berupa tanah kosong di daerah Ampel Denta, sebuah kawasan rawa berlumpur yang berlokasi dekat pelabuhan Ujung Galuh[x]. Selain hadiah berupa sebidang tanah, raja Brawijaya V menikahkan putrinya yaitu Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila) dengan Raden Rahmat.

D. Pembangunan Masjid Agung Sunan Ampel
Sunan Ampel dan para pengikutnya kemudian mendirikan sebuah perkampungan untuk dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa Timur. Kampung ini kemudian diberi nama Ampel Denta. Beliau dan para pengikutnya kemudian berinisiatif mendirikan sebuah masjid sebagai pusat keagamaan dan pendidikan bagi masyarakat Ampel Denta. Masjid ini kemudian dinamakan Masjid Agung Sunan Ampel.
Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1421 M dan mulai dibangun dari gotong royong para wali maupun masyarakat setempat. Pembangunan masjid-masjid kuno yang ada di pulau Jawa seringkali melibatkan para wali untuk membangun sebuah masjid atau langgar, termasuk masjid Agung Sunan Ampel. Masyarakat pribumi menganggap bahwa para wali seringkali dianggap sebagai utusan Allah yang mendapatkan karomah atau kelebihan diluar nalar logika manusia pada umumnya[xi].
Masjid Sunan Ampel pada awalnya merupakan sebuah langar yang berukuran 15 m x 16 m dan bernama Musholla Abdurrahman[xii]. Atas inisiatif para wali dan masyarakat setempat, masjid ini disangga oleh 16 tiang dari kayu jati berikuran 46,8 m x 44,2 m atau 2,068 m2. Beberapa bagian di masjid ini ternyata juga dipengaruhi oleh berbagai gaya arsitektur menarik seperti misalnya konstruksi bata kolonial yang mulai masuk pada abad ke – 16, batu batu bata asli yang pada awalnya digunakan pada masa awal pembangunan masjid, namun kini lantai masjid diganti dengan batu marmer yang berwarna biru kehitam-hitaman[xiii]. Beberapa pintu masjid juga dipengaruhi oleh gaya kolonial maupun gaya tradisional Jawa.
Beberapa masjid kuno yang ada di Indonesia mendapatkan pengaruh dari agama Hindu. W.F Stutterheim menanggap bahwa bangunan masjid yang atapnya bertingkat mendapatkan pengaruh dari seni bangunan dari Bali, seperti yang dipertunjukkan untuk bangunan Wantilan atau tempat untuk menyabung Ayam. Keunikan lain dari masjid kuno yang ada di pulau Jawa adalah tempat makam bagi para pendiri masjid maupun para pengikutnya. Beberapa orang menganggap keberadaan makam suci ini digunakan untuk kepentingan rohani maupun kepentingan lainnya[xiv].

 
 


Ampel Moskee Surabaia in Arabische Kamp Jaar 1906 
Masjid Ampel Surabaya di Kampung Arab tahun 1906
Sumber : KITLV.NL

Salah satu unsur penting dalam menandai eksistensi kampung Ampel Denta adalah keberadaan pondok pesantren Ampel Denta. Pondok ini didirikan oleh Sunan Ampel beserta para pengikutnya dalam rangka untuk menjadikan kawasan Ampel Denta sebagai pusat syiar agama Islam di kawasan Jawa Timur. Pondok pesantren ini didirikan untuk menjadikan kampung ini sebagai pusat syiar keagamaan di Jawa Timur. Beberapa murid atau santri dari pondok ini diantara adalah Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) serta Raden Fatah yang notabene adalah raja pertama dari kerajaan Islam Demak[xv].
Keberadaan kampung Ampel Denta sebagai pusat syiar keagamaan dan keilmuan di kawasan pesisir pelabuhan menandai awal kedatangan para kaum pendatang yang melihat potensi daerah ini menjadi pusat perdagangan maupun pusat syiar keagamaan seantero Jawa Timur. Hal ini kemudian menarik perhatian para imigran atau koloni awal yang berasal dari kawasan Hadramaut untuk menetap dan tinggal mendirikan sebuah perkampungan koloni sendiri dalam rangka mencari kehidupan baru di luar tanah leluhur mereka.



[i] Ada opini mengemuka bahwa Raja Brawijaya V telah memeluk agama Islam terlebih dahulu dengan bimbingan Sunan Kalijaga. Lihat Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI. Diantama : Surabaya.
[ii] Ma Huan adalah seorang musafir dari China, perjalanan menuju ke daerah timur jauh terinspirasi oleh kisah laksamana Zhang He, lihat jurnal Yang Wei, 2014, Zhang He’s Voyage to the West Oceans. Asian Jurnal Studies, Volume 19 No 2.
[iii] Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Jilid II, Balai Pustaka : Jakarta, halaman : 5
[iv] Lihat Babad Tanah Jawi mengenai runtuhnya kerajaan Majapahit
[v] Keberadaan Islam di Majapahit dibuktikan dengan adanya penemuan batu nisan tertua yang berangka tahun 1290 saka atau 1390 M. Lihat Inajatai Adrisijanti, Islam Salah Satu Akar Budaya Indonesia, Jurnal Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[vi] Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia Pustaka : Jakarta. Halaman : 76.
[vii] Ridin Sofwan, Wasit, Munduri, 2000, Islamisasi di Jawa (Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Halaman : 46
[viii] Ibid halaman : 47
[ix] Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI . Halaman : 41
[x] Surabaya dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh semenjak era kekuasaan kerajaan Majapahit. Menurut Howard Rick, Surabaya memiliki keistimewaan sebagai kota pelabuhan abad ke – 19 dan tidak akan tertandingi oleh kota-kota pelabuhan besar di dunia seperti Calcutta, Ranggon, Singapura, Bangkok, Hongkong, Shanghai. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama Kota Baru : Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta
[xi] Walisongo dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam terkenal di pulau Jawa, bahkan diantara kesembilan wali ini, semuanya memiliki karomah masing-masing. Lihat polemik mengenai wali, dalam Konsep Kesucian dan Wali dalam Islam oleh Michael Chodkiewicz. Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds). 2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok.
[xii] Ramli Nawawi, 2000, Masjid Ampel : Sejarah, Fungsi dan Peranannya, UIN Sunan Kalijaga Press : Yogyakarta, halaman : 14
[xiii] Op.cit halaman : 229.
[xiv] Ibid, halaman : 15
[xv] Muhammad Hasan Al-Alydrus, 1996, Penyebaran Islam di Asia Tenggara : Asyraf Hadramaut dan Peranannya, Lentera : Jakarta, halaman : 70